Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu,
Sepuluh Hari Syahid, Jasadnya Masih Mengeluarkan Darah Segar Madrasah
Brigade al Qassam telah banyak mengeluarkan pahlawan mujahidin,
termasuk dari kota Tel. Di antara mereka ada yang menjadi pemimpin besar
yang banyak dari mereka menjadi prajurit-prajurit perlawanan yang tidak
dikenal yang kini telah bergabung dalam barisan kafilah syuhada’
Palestina.
Pahlawan kita kali ini adalah satu di antara pejuang Palestina yang
menjadi alumni madrasah Brigade al Qassam. Sami Zaidan, seorang pemuda
bertaqwa dan wara’ yang mengenal hak Rabbnya, mengenal hak tanah air dan
bumi tempat ia berpijak. Dia keluar dari madrasah al Qassam menjadi
mujahid berjuang di jalan Allah.
Dialah Sami “Muhammad Samir” Zaidan, lahir di desa Tel berdekatan
dengan kota Nablus pada 11 Oktober 1980. Berasal dari keluarga religius
yang hidup dari hasil menggarap lahan (bertani). Dia adalah anak
kedelapan dari sebelas bersaudara. Tumbuh dalam suasana keimanan dan
jihad perjuangan. Terdidik mencintai masjid. Senantiasa melaksanakan
shalat berjama’ah di masjid. Tidak pernah sekalipun terlewatkan shalat
di masjid, bagaimanapun kondisinya.
Terlebih shalat subuh. Halaqah al Qur’an diikutinya di masjid desa
hingga hafal (hafidz) al Qur’an secara keseluruhan pada usia 19 tahun.
Pendidikan formal hanya sampai pada tingkat menengah atas (SMU).
Selanjutnya bekerja bersama orang tuanya sebagai petani. Pahlawan kita
ini memiliki sifat kesatria dan matang sedari awal pertumbuhannya. Hal
yang paling dikenang ayahnya adalah kebiasaannya membuat mudah segala
urusan rumah dan yang berkaitan dengan penggarapan tanah dan
pertaniannya. Bidang ini ditekuninya secara mahir dan mumpuni.
Di tengah-tengah arogansi dan kebiadaban Zionis terhadap rakyat
Palestina dan tempat-tempat sucinya, pahlawan kita ini dapat merasakan
pedih dan sakitnya penderitaan yang harus dialami rakyat Palestina
akibat oleh tangah kaum Zionis. Untuk itu, dia memutuskan bergabung
dalam barisan Gerakan Perlawanan Islam HAMAS dan aktif dalam berbagai
aktivitas dan amal jihad di dalam gerakan.
Begitu intifadhah al Aqsha meletus (September 2000), yang kemudian
disusul eskalasi terorisme Zionis Israel terhadap rakyat Palestina,
pejuang Palestina ini langsung terjun ke medan jihad dan bergabung dalam
sayap militer gerakan HAMAS, Brigade Izzuddin al Qassam.
Pembunuhan komandan al Qassam Mahmud Abu Hanud di Tepi Barat telah
mengobarkan aksi-aksi serangan balasan oleh sayap militer HAMAS ini
hingga menjungkirbalikan nalar dan logika penjajah Zionis Israel.
Sehingga tidak ada jalan lain bagi Zionis Israel kecuali menggelar
operasi penangkapan di kalangan mujahidin dan aktivis gerakan HAMAS
serta dari kelompok perlawanan Palestina lainnya.
Sami Zaidan adalah salah satu dari mujahidin Palestina yang turut
ditangkap dan dititipkan dalam Penjara Pusat di Nablus yang dijaga oleh
anggota pasukan keamanan Palestina. Pada saat yang sama pesawat-pesawat
dan tank-tank Zionis Israel terus melancarkan gempuran dan pembunuhan
terhadap rakyat Palestina.
Sami tetap mendekam dalam penjara pemerintah Palestina sampai sebelum
aksi pendudukan penjajah Zionis Israel secara total atas kota Nablus
dan kota-kota lain di Tepi Barat pada musim panas tahun 2002. Begitu
keluar dari penjara, pejuang Palestina ini langsung bergabung dengan
mujahidin Palestina dan anggota al Qassam lainnya guna melakukan
persiapan memburu para agresor penjajah Zionis Israel.
Sejak saat itu, Sami Zaidan tidak pernah lagi melihat keluarga dan
kerabatnya. Karena telah menjadi buron pihak penjajah Zionis Israel
bersama para mujahidin al Qassam. Tinggal di gua-gua dan gunung-gunung,
seraya mempersiapkan rencana bersama teman-temannya untuk melakukan
aksi-aksi kepahlawanan yang menggoncang langsung tempat pembaringan para
penjajah.
Aksi yang paling terkenal, di mana Sami Zaidan turut dalam
pelaksanaannya, adalah aksi kepahlawanan di permukiman Yahudi Emanuel
pada 16 Juli 2002 yang mengakibatkan lebih dari 10 orang Israel tewas
dan 40 orang lainnya terluka.
Sehari setelah aksi kepahlawanan ini, salah seorang teman seperjuangan di Brigade al Qassam, Ashim Ushaida, gugur syahid.
Setelah aksi kepahlawanan yang dilakukan Brigade al Qassam ini, yang
merupakan aksi kedua di tempat yang sama, pihak penjajah Zionis Israel
langsung menggelar operasi penyerbuan secara ekspansif di desa Tel dan
kota Nablus guna mencari para pejuang al Qassam. Mereka gempur
rumah-rumah pejuang al Qassam yang menjadi buron serta menangkap
keluarga dan kerabatnya, menghancurkan rumah-rumah para pelaku aksi
syahid dan para buron serta mengancam akan mendeportasi keluarga dan
kerabat para pejuang ke Jalur Gaza. Pada suatu malam yang dingin dan
gelap, Januari 2002, di desa Tel ada 6 mujahidin al Qassam yang telah
duduk di sebuah lokasi di dalam desa. Sementara mata para antek pengecut
tengah mengintai mereka. Keenam muajahidin Palestina tersebut adalah
Nashrudin Ushaida bersama rekan-rekannya, Ashim Ushaida, Sami Zaidan,
Umar Ushaida beserta saudaranya Ayub Ushaida dan Nail Ramadhan. Mereka
tengah berkumpul membahas dan merencanakan aksi jihad. Namun tiba-tiba
desa Tel telah dipenuhi serdadu militer Zionis Israel yang didukung dua
pesawat heli tempur Apache buatan Amerika. Pertempuran sengit tidak bisa
dihindarkan antara pejuang al Qassam ini dengan pasukan penjajah Zionis
Israel hingga mengakibatkan salah seorang pejuang al Qassam Nail
Ramadhan gugur syahid.
Pasukan penjajah Zionis Israel mengepung lokasi pertemuan para
pejuang al Qassam terebut dan pada hari itu juga Ayub Ushaida ditangkap,
sementara itu Allah menyelamatkan para mujahidin lainnya dan berhasil
meloloskan diri.
Padahal jarak antara mereka dengan pasukan penjajah Zionis Israel
hanya dua meter. Kehendak Ilahi telah mentakdirkan mereka untuk tetap
bebas menjadi duri sandungan bagi penjajah Zionis Israel.
Sejak hari pertama bergabung dengan Brigade al Qassam, asy Syahid
Sami Zaidan telah mengetahui tabiat jalan yang dipilih untuk dirinya.
Jalan yang penuh dengan onak dan duri.
Dia tahu betul bahwa nasib para mujahidin hanya satu dari dua
pilihan, kemenangan nyata dari Allah atau mati syahid di jalan-Nya. Dia
yakin betul, bahwa siapa saja yang ingin berjuang maka dia harus jujur
dengan Allah dan dirinya sendiri. Tidak mencari-cari alasan untuk
membenarkan kemalasan dan kelambanannya.
Hari itu, Rabu tanggal 1 Januari 2003 pukul 8 malam, Sami bertolak
sendirian menuju lokasi penyergapan di jalan antara permukiman Yahudi
Emanuel dan Yetzihar dekat daerah lembah Qana. Setelah memastikan target
dia bersiap sambil menunggu target mendekat, patroli penjaga perbatasan
yang penuh dengan serdadu Zionis Israel bersenjata lengkap. Dia pun
tetap menunggu mereka sendirian. Dan pada saat yang tepat, singa al
Qassam ini langsung menggeber para serdadu dengan bom dan memuntahkan
misiu dari moncong Klasnikov yang disandangnya hingga hingga semua
serdadu Israel tersungkur antara tewas dan terluka. Setelah yakin semua
serdadu Zionis Israel tersungkur, singa al Qassam ini melanjutkan
episode penyergapan di lokasi lain. Dia sendiri telah memutuskan, hari
itu dia bertekad tidak akan kembali kecuali telah syahid menuju syurga
Allah.
Begitu rombongan serdadu Zionis Israel datang yang dikawal pesawat
helikopter Apache buatan Amerika, maka gempuran pun tak dapat dihindari
pasukan militer Israel hingga mereka kewalahan menghadapi singat al
Qassam yang sepertinya menggoncangkan tanah tempat kaki mereka berpijak.
Pertempuran sengit berlangsung lebih dari 3 jam antara pejuang
Palestina ini dengan para pengecut serdadu Zionis Israel yang terus
mundur menghindari pertempuran. Pada saat itulah pesawat Apache yang
biasa digunakan Zionis Israel dalam perbagai gempuran ke target-target
warga Palestina memuntahkan roketnya ke posisi singa al Qassam ini
hingga sebuah roket menghajar sisi kanannya bersama dengan tembusan
timah panas yang dimuntahkan senjata otomatis ke tubuh sucinya. Sami pun
kemudian menemui syahadah (mati syahid).
Setelah yakin bahwa pejuang Palestina telah gugur syahid, pasukan
penjajah Zionis Israel meninggalkannya tergeletak di tanah tanpa memberi
kabar kepada pihak terkait mengenai keberadaan jasad korban. Mereka
berharap ada binatang buas atau tabiat alam yang melenyapkan jasadnya.
Namun kehendak Allah berbicara lain, dia telah melindungi tubuh pejuang
yang telah menjual jiwa dan hidupnya kepada-Nya.
Sepuluh hari kemudian jasad asy Syahid baru ditemukan oleh
penggembala kambing saat melewati lokasi di manas Sami menemui syahadah.
Penggembala pun segera teringat suara baku senjata di lokasi yang
terjadi sepuluh hari yang lalu. Setelah mengenali tubuh asy Syahid, dia
pun segera kembali ke desa yang memberi kabar keluarganya mengenai apa
yang telah dilihatnya.
Ayah asy Syahid mengenang, “Sejak pihak pemerintah Palestina
membiarkan anakku Sami Zaidan beberapa saat sebelum aksi pendudukan
pasukan penjajah Zionis Israel atas kota Nablus pada April 2002, saya
belum pernah melihat putraku yang telah menjadi buron pihak militer
Zionis Israel. Pada 1 Januari 2003, kami mendengar kabar tentang aksi di
lembah Qana. Paginya, saat kami mendengar berita dari stasiun TV al
Manar, disebutkan bahwasanaya telah diketahui identitas asy Syahid yang
gugur dalam aksi tersebut, yang tidak lain adalah putraku sendiri Sami
Zaidan. Kami pun segera memuji Allah Azza wa Jalla karena putraku telah
mendapatkan syahadah di jalan-Nya. Kami pun bersabar dan hanya mengharap
pahala di sisi Allah tabaraka wa ta’ala.”
Warga desa Tel pun merasa terkejut dengan berita ini, pada awalnya
mereka tidak percaya. Karena mereka yakin pasukan penjajah Zionis Israel
“menculik” jasad asy Syahid setelah berakhirnya pertempuran, sebab
inilah yang biasa dilakukan pihak penjajah Zionis Israel terhadap korban
Palestina dalam peristiwa-peristiwa semacam ini. Mereka berkeyakinan
bahwa jasad yang ditemukan adalah bukanlah jasad Sami. Hanya saja warga
menegaskan sejak 10 hari dari pertempuran di lembah Qana tersebut belum
pernah ada lagi aksi yang terjadi. Setelah keluarga bersama warga
lainnya menuju lokasi mereka baru yakin bahwa itu adalah jasad Sami yang
masih utuh dan segar.
Benar-benar karamah ilahiyah terjadi pada kesyahidan singa al Qassam ini.
Mereka yang hadir saat itu, seakan tidak percaya, menyaksikan kijang
berada di sisi jasad asy Syahid. Hewan langka ini tidak meninggalkan
jasad asy Syahid kecuali setelah warga berjarak beberapa meter saja.
Seakan penjaga yang dikirim Allah untuk menghalau bahaya yang akan
menimpa jasad asy Syahid.
Karamah lainnya, seperti ditegaskan warga desa Tel yang hadir, mereka
melihat dengan mata kepala sendiri darah segar masih mengucur dari
jasadnya.
Darah itu terus mengalir dan tidak mengering, segar dan merah seakan
luka itu terjadi beberapa detik yang lalu. Bahkan warna kulitnya pun
tidak mengalami perubahan apapun, semerbak bau wangi memenuhi sekitar
lokasi.
Itulah sekelumit riwayat asy Syahid Sami “Muhmmad Samir” Zaidan,
seorang pejuang tangguh yang lahir dari madrasah al Qassam di kota
Nablus.
0 komentar:
Posting Komentar